FWK Desak Pemerintah Bentuk Badan Rehabilitasi Bencana Sumatera

“Para wartawan senior Forum Wartawan Kebangsaan (FWK) saat mengikuti Diskusi Reboan di kantor VOI, Tanah Abang, Jakarta, Rabu (10/12/2025), yang menghasilkan rekomendasi pembentukan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Bencana Aceh, Sumut, dan Sumbar.”

JAKARTA — Forum Wartawan Kebangsaan (FWK) menilai bencana besar yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat membutuhkan penanganan pascabencana yang terstruktur dan terfokus. FWK mendorong pemerintah membentuk lembaga khusus untuk menangani proses rehabilitasi dan rekonstruksi secara menyeluruh.

“Presiden Prabowo sudah saatnya membentuk Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Bencana Aceh–Sumut–Sumbar,” ujar Koordinator FWK Raja Pane dalam Diskusi Reboan FWK di kantor VOI, Tanah Abang 3, Jakarta, Rabu (10/12/2025).

Bencana ekologis yang melanda sejumlah wilayah di Sumatera telah berlangsung sekitar dua pekan. Laporan anggota FWK dari berbagai titik menunjukkan bahwa pemulihan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat terdampak dipastikan memakan waktu panjang serta membutuhkan anggaran negara yang tidak sedikit.

“Untuk kembali normal butuh waktu bertahun-tahun dan biaya sangat besar. Ini memerlukan badan khusus yang fokus menjalankan proses rehabilitasi dan rekonstruksi,” kata Hendry Ch Bangun, mantan Wakil Ketua Dewan Pers.

Raja Pane mencontohkan keberhasilan BRR Aceh–Nias 2005–2009, yang kala itu mampu membangun kembali infrastruktur penting seperti sekolah, rumah, jalan, hingga pelabuhan. Menurutnya, model lembaga khusus serupa relevan diterapkan kembali melihat besarnya skala kerusakan di Sumatera saat ini.

Kerusakan akibat bencana terjadi hampir di seluruh provinsi, meski dengan tingkat keparahan berbeda. Oleh karena itu, penanganan yang efektif dan terarah dinilai menjadi keharusan. Lembaga rehabilitasi dan rekonstruksi dianggap dapat mengoordinasikan pendataan, perencanaan, hingga eksekusi pemulihan secara terukur.

Para ekonom memperkirakan total kerugian menembus puluhan triliun rupiah. Data BNPB dan Kementerian PUPR menyebut kebutuhan anggaran lebih dari Rp50 triliun hanya untuk memperbaiki permukiman rusak, belum termasuk fasilitas umum, sekolah, dan sarana sosial lain. Aktivitas pendidikan di sejumlah daerah terdampak juga masih terganggu.

Hendry berharap proses rehabilitasi dikelola secara profesional, transparan, dan bebas dari kepentingan pribadi. Langkah ini selaras dengan arahan Presiden Prabowo agar tidak ada pihak yang memanfaatkan musibah untuk keuntungan sendiri.

Sementara itu, wartawan senior dan pemerhati lingkungan A.R. Loebis mengatakan bencana ini menjadi momentum pembenahan menyeluruh terhadap kondisi hutan di Sumatera.
“Ini waktunya mengembalikan fungsi hutan dan menindak tegas para perusaknya,” ujarnya.

Akses Masih Terputus

Upaya perbaikan listrik, telekomunikasi, jalan, dan jembatan mulai dilakukan di sejumlah lokasi. Namun penanganan masih terbatas pada daerah yang mudah dijangkau.

Menurut Raja Pane, pemulihan menuju wilayah terisolasi membutuhkan waktu lebih lama karena banyak akses yang masih terputus. Salah satunya Jembatan Kreung Tingkeum di Kabupaten Bireuen, Aceh, yang hingga kini belum dapat dilalui sehingga aktivitas masyarakat belum sepenuhnya kembali normal. (Rilis)

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak